Kita Hidup Dalam Angka-Angka Digital yang Ajaib
*
Sebelum adanya uang sebagai alat tukar resmi, manusia pra-sejarah melakukan transaksi jual-beli dengan saling bertukar barang (barter). Namun setelah sekian lama, barter dirasa mulai tidak efektif lagi. Dalam sistem barter ini, beberapa pihak merasa tidak mendapatkan pertukaran yang seimbang, sehingga muncullah berbagai persoalan. Hal inilah yang kemudian melahirkan ide-ide jenius untuk menciptakan alat bertransaksi yang lebih efektif sebagaimana kita kenal sekarang ini sebagai "UANG".
Sejak lahirnya uang, uang telah mengambil peranan penting yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Hampir semua aspek kehidupan manusia di dunia ini "dinilai" dengan uang. Dan dengan berkembangnya penggunaan uang dalam kehidupan manusia, maka dunia perbankan juga turut berkembang.
Istilah BANK sendiri berasal dari bahasa Italia, yaitu: "Banque" atau "Banca" (kuninghijau.wordpress.com). Istilah ini, awalnya merujuk pada orang-orang yang duduk dan melakukan transaksi penukaran uang atau valuta asing (money changer) yang awalnya hanya menjembatani pertukaran uang pada zaman Rainaissans.
Namun dalam perkembangannya, aktifitas perbankan tidak hanya melayani money changer, tetapi juga pada transaksi simpan-pinjam uang. Kemudian perkembangannya semakin pesat sesuai dengan perkembangan industri dan perdagangan dunia.
Pada awalnya perkembangan perbankan ini merupakan usaha negara-negara Eropa dalam melancarkan perdagangan perbedaan mata uang. Lalu dilakukanlah konversi satu mata uang ke mata uang lainnya atau disebut money changer. Itu sebabnya, sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari era penjajahan di masa Hindia Belanda.
Di zaman modern, kini hampir segala sesuatunya "diukur" dengan uang. Mulai dari barang kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, kebutuhan tersier, dan seterusnya. Saat ini, jasa pun dinilai dengan uang. Bahkan, dalam banyak adat-istiadat dan kebudayaan--nilai mahar pengantin pun diukur dengan uang. Secara umum, uang telah masuk ke segala aspek kehidupan manusia.
UANG sendiri telah banyak mengalami revolusi dalam perjalanan sejarah panjangnya. Begitupun cara manusia dalam menggunakan uang. Jika pada awalnya, manusia menggunakan uang dalam bentuk nyata secara fisik (real) kini kita memasuki era ekonomi digital dengan penggunaan uang yang lebih modern atau lazim disebut e-money.
Perkembangan teknologi internet dan jaringan komunikasi nirkabel telah mengubah cara manusia modern dalam melakukan transaksi perbankan. Hal ini mendorong pertumbuhan ekonomi digital secara global. Dan tentunya turut mendorong sektor perbankan memperkuat aspek permodalan dan investasinya di sisi IT. Bank swasta maupun BUMN diharuskan sanggup berkompetisi menyediakan berbagai platform dan aplikasi teknologi canggih yang mampu mendukung pertumbuhan sistem ekonomi digital.
Meski dalam 5 tahun terakhir, Indonesia dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat (kominfo.go.id), namun menurut Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, pertumbuhan ekonomi e-commerce justru semakin pesat. Menurutnya, bukan tidak mungkin industri e-commerce ini dapat menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional.
Menurut data analisis Ernst & Young, pertumbuhan nilai penjualan bisnis online (e-commerce) di Indonesia meningkat 40% setiap tahunnya. Sekitar 93,4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna smartphone, tidak hanya sekadar chatt dan seacrh informasi di internet, namun sebagian besar masyarakat di kota-kota metropolitan menggunakan internet untuk berbisnis online. Bisnis online ini juga sudah menjadi bagian dari gaya hidup, baik sebagai pelaku bisnis ataupun sebagai konsumen bisnis online.
Kita bisa lihat sendiri bagaimana bisnis online berbasis digital ini mengalami pertumbuhan yang begitu pesat di kalangan masyarakat Indonesia. Tidak hanya di kalangan menengah ke atas, sistem ekonomi digital kini juga telah 'menyentuh' masyarakat bawah.
Kebanyakan pelaku bisnis e-commerce di tanah air berskala UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah). Para pelaku bisnis ekonomi berbasis digital ini pada umumnya menggunakan akun-akun medsos mereka sebagai media promosi. Mulai dari akun facebook, instagram, twitter hingga blog dan website. Beberapa diantaranya membuat group di medsos untuk "menggelar" dagangannya secara online.
Sehari-hari, jika kita berselancar di akun medsos, kita akan melihat banyak sekali pelaku bisnis online UMKM yang menjajakan dagangannya di halaman/linimasa FB, IG, Twitter ataupun di Gruop WA/FB. Mulai dari baju anak, daster emak-emak, tas, sepatu, celana, perhiasan, perabot rumahtangga, kosmetik hingga berbagai macam kuliner. Bisnis online kini bahkan seolah menjadi trend.
Seberapa Penting Generasi Zaman Now Beradaptasi dengan Sistem Ekonomi Digital ?
Saya sendiri sebagai penulis dan ibu rumahtangga, turut berperan aktif dalam perkembangan bisnis berbasis online. Kenapa tidak? Sebagai masyarakat di tengah perkembangan digital yang semakin canggih dengan arus informasi yang super cepat ini, kita harus ikut mengambil bagian dan berperan serta di dalamnya. Sebab jika kita tidak mampu mengikuti perkembangan zaman dan arus informasi yang begitu cepat melaju---maka kita akan ketinggalan atau bahkan "tergilas" oleh zaman itu sendiri.
Sebagai lulusan Sarjana Pendidikan dari salahsatu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ternama di Sumatera Utara, pada awalnya orangtua berharap kelak saya menjadi seorang PNS atau paling tidak menjadi seorang Guru Honorer (meskipun dengan gaji pas-pasan). Menurut mereka, profesi itu lebih menjamin kesejahteraan hidup, meski tidak sepenuhnya benar.
Namun kecintaan saya pada dunia tulis-menulis, membawa saya pada passion yang lain, yaitu dunia jurnalis. Beberapa tahun selama masih aktif kuliah hingga lulus sebagai S.Pd saya tetap memilih menulis sebagai passion dan profesi saya. Lalu apa yang salah dengan itu? Toh..setiap anak Bangsa bisa berkarya lewat kreatifitas apa saja bukan?! Apakah sebagai guru honorer, sebagai jurnalis, sebagai aparatur negara, hingga petani atau peternak, supir, tukang dan profesi lainnya.
Saat memulai hidup baru (menikah), saya harus resign dari kantor berita tempat saya bekerja sebelumnya. Salah satu faktor karena harus pindah kota, dari Kota Batam-Kepri ke Kota Samarinda-Kalimantan Timur. Namun, hal ini tentu tidak menghentikan saya untuk tetap berkarya dan berkreatifitas. Semaksimal mungkin saya memanfaatkan kecanggihan dunia internet untuk mendukung saya berkarya.
(Salah satu prestasi menulis setelah jadi Moms dari Kemenkominfo dan GNFI, November 2018)
*
Selain aktif menulis ke berbagai media online dan media offline/koran, menulis di blog pribadi, Kompasiana, mengikuti berbagai sayembara menulis, saya juga aktif mengembangkan bisnis keluarga berbasis digital/online *DEARDO TRAVEL*.
Awalnya saya sedikit ragu dan canggung untuk memulai bisnis travel berbasis online ini. Namun tumbuh kesadaran bagi saya, bahwa ternyata sangat penting berperan aktif dalam perkembangan dan pertumbuhan bisnis online di era ekonomi digital ini. Kemudian saya mulai mempelajari semua sistem aplikasi Smart in Pays (SIP) yang saya gunakan untuk pengembangan bisnis *DEARDO TRAVEL* berbasis digital online.
(Aplikasi Smart In Pays yang mendukung bisnis *DEARDO TRAVEL* berbasis digital online).
*
Hanya dengan menggunakan aplikasi di smartphone, saya bisa melakukan penjualan tiket pesawat, penjualan tiket hotel, tiket pelni, pembayaran PLN, PDAM, hingga pembayaran asuransi, home credit, TV Kabel dan pulsa all operator. Semua ini saya lakukan dengan sistem online berbasis digital.
Saya dan para pelanggan bisa dengan mudah melakukan transaksi jual-beli hanya dengan sistem online. Para pelanggan saya dari berbagai kota (Samarinda, Balikpapan, Makassar, Batam, Jakarta, hingga Medan, Siantar, dll) cukup memesan via chatt di WA atau inbox FB, untuk pemesanan tiket pesawat, pembelian token listrik PLN Prabayar, pembayaran PDAM atau beli paket pulsa misalnya, simpel saja, saya langsung bisa booking dan kirim code boking/e-tiket/code token, resi pembayaran, dll hanya dengan sistem online.
Lalu para pelanggan akan melakukan pembayaran melalui transaksi transfer ke nomor rekening saya. Hal ini juga bisa mereka lakukan tanpa harus pergi dan mengantri panjang di Bank atau ke ATM. Cukup dengan menggunakan aplikasi mobile banking di smartphone mereka masing-masing, transaksi transfer bisa dilakukan dengan begitu mudah dan cepat selama akses jaringan internet dalam "genggaman".
Sistem perdagangan/bisnis online inilah yang saya maksudkan sebagaimana judul artikel ini, bahwa: "Kita Hidup dalam Angka-Angka Digital yang Ajaib". Coba kita kaji ulang semua sistem bisnis online berbasis digital yang super canggih ini.
Saya sebagai penjual, menggunakan aplikasi digital, cukup dengan Top Up Saldo, bisa dengan Mobile Banking/internet banking, transaksi dilakukan secara online hanya dengan smartphone, lalu para pembeli transfer uang ke rekening saya cukup mudah dengan aplikasi mobile banking di smartphone mereka juga.
Saat melakukan pengisian atau Top Up Saldo, saya cukup menekan angka-angka saja. Mulai dari Rp.1.000.000; atau Rp.750.000; atau Rp.12.750.000; misalnya. Bukankah itu semua hanya angka yang kita tekan dalam aplikasi secara digital online. Begitupun dengan para konsumen bisnis online saya. Saat bertransaksi pembayaran via internet banking/mobile banking, mereka cukup hanya dengan menekan nominal angka-angka sesuai yang harus mereka bayar.
Tanpa kita sadari, di era ekonomi digital ini, kita hampir tidak lagi menggunakan uang secara real. Kita telah memasuki penggunaan uang secara "maya" atau dalam istilah perbankan lazim disebut sebagai uang elektronik (e-money).
Sebagaimana dikatakan oleh Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Arbonas Hutabarat, dirilis di (m.metrotvnews.com);
"Mau tidak mau, suka tidak suka, kemajuan pesat teknologi akan mendorong seluruh masyarakat dunia, termasuk Indonesia memasuki revolusi teknologi digital yang akan berpengaruh besar terhadap cara hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial masyarakat, dan sebagainya."
Dengan berusaha mempelajari perkembangan teknologi yang terus melaju pesat, diharapkan, kita sebagai masyarakat modern di era ekonomi digital ini mampu memenuhi sumberdaya manusia (SDM) yang dibutuhkan oleh perusahaan industri teknologi Indonesia, khususnya untuk menunjang penerapan revolusi 4.0 di masa depan.
Dalam perkembangan bisnis ekonomi digital ini, diharapkan para wirausahawan lokal berbasis digital juga mampu berkontribusi untuk mendukung ketahanan ekonomi nasional.
Kita sebagai masyarakat di era digital ini harus mampu memahami kekurangan, kelebihan, potensi dan tantangan dalam penerapan ekonomi digital. Jangan mau hanya menjadi penonton saja, turutlah berperan aktif.
Salam...
NB : Artikel ini diikutsertakan dalam #BlogCompetition yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan MetroTV.
***
Penulis,
Poloria Sitorus, S.Pd.
(Penulis adalah seorang ibu rumah tangga, mantan jurnalis yang ingin terus menulis. Saat ini berdomisili di Kalimantan Timur).
Komentar
Posting Komentar