Menanamkan Kecintaan Literasi Sejak Dini Bagai Menanam Benih Berlian pada Anak
Menanamkan Kecintaan Literasi Sejak Dini
Bagai Menanam Benih Berlian pada Anak
"Jika budaya anda tidak menyukai orang-orang yang kutu buku, anda berada pada masalah yang serius," Bill Gates, pendiri Microsoft.
Buku mampu mengubah dunia. Buku menjadi bagian terpenting dari perkembangan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi dalam peradaban hidup manusia. Dengan dan lewat bukulah ilmu-ilmu itu disebarluaskan dan ditransfer kemudian diterapkan dalam kehidupan. Efeknya bisa mengubah dunia lebih menakjubkan dan hasilnya bisa kita lihat seperti sekarang ini.
"Ada lebih banyak harta di dalam buku daripada harta yang didapat perampok di Pulau Harta," demikian pendapat Walt Disney (Produser dan Sutradara film).
Sebegitu pentingnya buku dalam mengubah kehidupan umat manusia. Namun yang menjadi pertanyaan saat ini, sudah seberapa banyak kita membaca buku? Dan buku apa saja yang telah kita baca?
Saya terbilang sedikit beruntung karena saya "ditakdirkan" mengenal, menyukai kemudian mencintai buku. Sehingga pada titik tertentu saya tiba pada pemahaman bahwa "sebaik-baiknya teman duduk adalah BUKU." Sejak masuk di sebuah komunitas sastra sekitar tahun 2009 lalu, disana kami dibentuk menjadi pribadi yang mencintai buku sepenuh hati.
Sehingga buku dan kegiatan membaca tidak lagi dianggap sebagai tugas atau beban, namun sebaliknya buku selalu dianggap sebagai "Hadiah Berharga" dan kegiatan membaca menjadi sebuah cara "me time" yang sangat mewah. Jujur saja, konsep dan pemahaman seperti ini tidak saya dapatkan dari guru-guru Bahasa Indonesia saya sejak SD, SMP, SMA bahkan di Kampus. Saya mencintai buku dan menjadi selalu begitu rindu membaca buku setelah tiba di komunitas sastra dan komunitas penulis.
Darisinilah benih kecintaan pada dunia literasi mulai lahir di dalam diri saya. Begitupun dengan hasrat dan kecintaan pada dunia menulis. Inilah yang akhirnya membawa saya masuk dalam dunia jurnalis. Semasa menempuh pendidikan di Universitas Negeri Medan, saya aktif menulis di berbagai koran lokal di Kota Medan dan akhirnya diundang sebagai Redaktur Tamu untuk mengasuh sebuah rubrik budaya di salah satu media lokal. Saya kemudian menjadi semakin mencintai dunia tulis-menulis dan dunia literasi.
Bersama dengan teman-teman di komunitas kami sering melakukan kegiatan "Berburu Buku" seperti di setiap Bazar Buku atau hunting buku di beberapa toko buku. Kegiatan diskusi dan bedah buku juga menjadi kegiatan rutin mingguan. Aktifitas ini sangat positif. Selain untuk berbagi dan bertukar ilmu, tentunya hal ini memperkaya pengetahuan setiap anggota komunitas. Buku yang sudah di baca si A, belum tentu dibaca oleh si B dan si C. Setiap anggota komunitas berlomba-lomba untuk lebih banyak membaca buku dan mencari berita serta informasi lainnya baik melalui buku, majalah, koran, internet dan media lainnya.
(Foto dokumen pribadi penulis saat diskusi bersama teman-teman di KSI-Medan, 2010)
Setelah menyelesaikan pendidikan di UNIMED saya sempat mengajar di salah satu sekolah swasta di kampung kelahiran saya. Sembari mengajar, kami bersama teman-teman lainnya yang se-ide, membuka sebuah "Ruma Parguruan"--rumah belajar bagi anak-anak di sebuah dusun terpencil yang masih belum memiliki akses ke perpustakaan. Visi-misi kami adalah "membangun dengan literasi". Kami bergantian sebagai tutor mengunjungi "Ruma Parguruan" untuk mendampingi anak-anak belajar bersama, membaca di alam bebas, membacakan puisi atau sebuah dongeng dan hingga berlatih menulis cerpen, puisi atau dongeng.
Kecintaan pada dunia literasi sudah mengakar dalam diri sehingga dimana pun dan kapan pun rasanya saya selalu ingin menularkan kecintaan dunia literasi kepada sesama. Ada rasa kebahagiaan, ketika orang-orang di sekitar kita turut merasakan nikmatnya membaca buku, mencintai dunia literasi dan hasrat ingin belajar sepanjang masa.
Tak berselang lama, oleh sebab kecintaan saya pada dunia jurnalis, akhirnya saya ke Pulau Batam dan bekerja di sebuah kantor berita. Disana kami juga aktif melakukan gerakan literasi terhadap masyarakat di pelosok-pelosok pulau terpencil.
(Foto penulis bersama dengan Pak Hasan Aspahani, Pimpinan Redaksi BATAM POS, dalam Gerakan Seribu Rumah Baca, Kepulauan Riau)
Saya merasa sangat beruntung ketika akhirnya bisa bekerja sama dengan teman-teman pecinta literasi dari Koran SINDO Batam. Bersama dengan Koran SINDO Batam kami menggagas gerakan "SINDO Goes to School" dengan visi-misi memperkenalkan dunia jurnalis dan pentingnya kegiatan literasi kepada para peserta didik di beberapa sekolah di Kota Batam.
(Dokpri penulis dalam kegiatan SINDO Goes to School di beberapa sekolah di Kota Batam, 2015-2016).
Saya merasa sangat beruntung diberi kesempatan untuk saling berbagi khususnya dalam memotivasi orang-orang di lingkungan sekitar saya untuk lebih mencintai buku, ilmu dan dunia literasi.
Keberuntungan seperti ini tidak didapatkan banyak orang. Ironisnya, menurut hasil penelitian PISA (Program for International Student Assesment) menyebutkan bahwa minat baca Indonesia masih ada pada level terendah yaitu rangkin 62 dari 70 negara.
Masih rendahnya minat baca Bangsa kita secara menyeluruh tentu berdampak pada kualitas SDM Bangsa ini. Kita bisa lihat isi pemberitaan akhir-akhir ini. Maraknya aksi-aksi demo, kesuruhan dimana-mana karena disebabkan hoax dan banyak berita kriminalitas lainnya. Hal ini sedikit banyaknya dipengaruhi oleh rendahnya minat baca masyarakat kita. Khususnya minat baca untuk karya-karya prestisius seperti karya sastra, filsafat, sejarah dan perkembangan sains dan teknologi.
Coba kita renungkan sesaat dan kita simak kutipan dari Bill Gates pada kalimat pembuka di awal tadi.
Rendahnya minat baca masyarakat kita secara umum, khususnya minat baca untuk buku-buku sastra, filsafat dan sejarah, menjadikan masyarakat kita menjadi cenderung "gersang" pemikirannya. Tidak memiliki daya nalar kritis ketika mendengar berita dari lingkungan sekitarnya, sehingga sangat mudah dibodohi hanya dengan hoax, mudah diprovokasi dan sebagainya. Masayarakat kita menjadi "miskin kreatifitas". Itu sebabnya masyarakat kita cenderung puas hanya sebagai konsumen, tidak berusaha menjadi para "pencipta karya" sebagaimana di negara-negara maju lainnya.
Lalu bagaimana mengubah ini? Kita harus memulainya dari keluarga. Dan kita berperan sebagai #SahabatKeluarga.
Saya teringat kutipan favorit saya dari Ayah Edy, "Indonesian Strong from Home", begitu selalu kalimat pembuka beliau saat mengisi acara di Smart FM.
Sebuah Bangsa akan kuat dan hebat jika keluarganya hebat. Nah, tugas kita semualah membuat Bangsa ini menjadi hebat, yaitu melalui keluarga kita.
Apakah kita seorang ibu, ayah, kakak, adik, paman, tante, sepupu, keponakan dan lainnya. Kita semua mempunyai peran penting dalam menumbuhkan budaya literasi dimulai dari keluarga dan dari dalam rumah kita.
Membudayakan kecintaan pada dunia literasi memang bukanlah perkara mudah. Butuh kesabaran, komitmen, disiplin dan proses yang panjang hingga suatu saat kita akan tersenyum melihat hasilnya.
Namun sebelum lebih jauh, kita perlu mengetahui ada 6 jenis Literasi Dasar yang sangat penting dikuasai oleh anggota keluarga kita, terkhusus kepada anak-anak dan kaum pelajar, yaitu ;
1. Literasi Baca-Tulis
2. Literasi Numerasi
3. Literasi Digitasi
4. Literasi Sains
5. Litetasi Finansial
6. Literasi Budaya dan Kewarganegaraan
:: LITERASI BACA-TULIS
Literasi Baca-Tulis merupakan literasi dasar pembuka untuk 5 jenis literasi lainnya. Dan buku adalah jendela untuk mengantar kita melihat seluruh isi dunia. Dengan membaca, kita sedang membuka Jendela Dunia itu untuk kita Jika bukunya tidak dibuka, itu artinya Jendela Dunia kita juga tidak dibuka alias tertutup.
"Maka bukalah bukumu untuk membuka Jendela Dunia untukmu." (Poloria Sitorus, S.Pd)
Menyadari betapa penting dan besarnya manfaat membaca buku, sejak menikah saya telah berkomitmen untuk memperkenalkan literasi sejak dini kepada anak-anak saya kelak. Saya membuat anggaran khusus belanja buku dan majalah anak untuk si Sulung sejak dia bahkan belum genap 1 tahun. Meski si Sulung saat itu belum menguasai abjad, namun setidaknya dia telah mampu membaca gambar.
"Maaa...Mamaaa...ayooo kita cerita pada suatu hari," kata si Sulung setiap kali sebelum tidur. Sejak sebelum 1 tahun, saya konsisten membiasakan kegiatan membaca bersama di ruang keluarga. Meski sekadar melihat gambar-gambar kesukaannya di majalah Bobo atau mengamati foster-foster hewan buas dan jenis ikan-ikan. Dia akan selalu banyak bertanya. "Maaa...apa ini Maaa...?" "Maaa...apa itu Maaa...?" "Waaaooooo...." terkadang dia merasa sangat menakjubkan melihat suatu gambar yang sangat menarik perhatiannya. Intinya sebagai orangtua, kita harus selalu sabar menjawab pertanyaan-pertanyaannya.
(Putra Sulung saya telah mulai kami perkenalkan dunia literasi sejak sebelum 1 tahun).
Cara atau tips untuk membiasakan dan memperkenalkan literasi baca-tulis sejak dini pada anak ;
1. Ajak anak melakukan kegiatan membaca dengan happy dan fun bersama-sama, sehingga anak akan merasa senang melakukannya
2. Sering mengajak anak mengunjungi toko buku
3. Biarkan anak memilih sendiri buku kesukaannya
4. Saat dia berprestasi di sekolah, apresiasi dia dengan memberi hadiah buku kesukaannya atau buku lain yang bisa mengedukasinya, jangan dibelikan mainan terus yah Ayah/Bunda 🤗
Jika kegiatan membaca bersama anak dan orangtua dilakukan sejak dini, bahkan sejak anak Batita, sangat banyak manfaat positifnya:
1. Anak lebih cepat belajar berbicara
2. Meningkatkan kosa kata
3. Meningkatkan daya imajinasi anak
4. Menjauhkan anak dari kecanduan Gawai
5. Meningkatkan kemampuan otak untuk berpikir
6. Meningkatkan rasa ingin tahu si anak
7. Mengembangkan daya imajinasi anak menjadi lebih luar biasa
8. Membaca menjadi kegiatan positif bagi anak dan orangtua, karena akan bisa mendekatkan anak dan orangtua secara psikologis
8. Dengan banyak membaca anak dan orangtua akan terhindar dari masalah stresss.
dan masih banyak manfaat positif lainnya.
"Menanamkan Kecintaan Literasi Sejak Dini, bagai menanam Benih Berlian di dalam diri anak."
Hasilnya tentu akan kita lihat di masa mendatang. Saya telah melihat nyata didikan dari Kakak Sulung saya yang memiliki 4 putra dan 1 putri. Beliau adalah panutan dan tauladan bagi saya termasuk dalam hal kecintaan pada ilmu, dunia pendidikan dan dunia literasi. Dari beliau pulalah saya mendapatkan akses membaca lebih banyak Majalah Sastra Horison sejak SMA.
Sebagai anak paling Bungsu, usia kami terpaut jauh. Saat beliau telah berkeluarga dan memiliki anak, saya masih sekolah. Saya melihat bagaimana beliau begitu disiplin untuk membangun dan menanamkan kecintaan anak-anaknya pada dunia literasi (dalam hal ini termasuk ke-6 literasi dasar yang tersebut di atas).
Secara akademik, kelima keponakan saya selalu berhasil menduduki peringkat 1, 2 dan 3 di kelasnya masing-masing meski mereka tetap saja turut membantu orangtua mereka ke sawah atau ke kebun itu tidak menjadi penghalang meraih prestasi akademik mereka di sekolah. Saat ini ponakan yang paling Sulung dari Kakak Sulung masuk di Universitas Sumatera Utara dan adik-adiknya lulus di sekolah-sekolah unggulan dan favorit. Tentu saya turut berbangga hati melihat prestasi mereka semua. Dan ingin menerapkan didikan yang sama khususnya perihal menanamkan kecintaan terhadap dunia literasi sejak dini.
**
Meski sesungguhnya bagi seorang ibu rumahtangga seperti saya yang super sibuk mengurus anak dan bayi yang masih kecil, mengurus semua PR domestik rumahtangga sendirian (tanpa ART) butuh perjuangan ekstra untuk membagi waktu dan meluangkan waktu untuk belajar dan membaca bersama si Sulung. Apalagi si Sulung yang usianya sekarang (2 tahun 8 bulan) dia sedang tertarik pada aktifitas menggambar dan mewarnai, meski hasil gambarnya sendiri kalau tidak dipandu masih cenderung corat-coret saja. Begitupun mewarnai.
Namun sebagai ibu, saya harus selalu belajar bersabar. Meski terkadang rasa lelah dan kantuk harus dilawan demi mendampingi si Sulung belajar menggambar, mewarnai, bernyanyi A,B,C,D atau sekadar membacakan dongeng "pada suatu hari".
Saat kita berpikir bagaimana kelak masa depan anak-anak kita jika tidak dididik budaya literasi sejak dini, maka semua rasa lelah itu bisa hilang begitu saja, demi anak-anak kita hebat di masa depan dengan "belajar, belajar dan terus belajar".
"Anak-anak kita akan jadi hebat dengan terus belajar."
:: LITERASI NUMERASI
(Foto dokumen Robokidz, seorang anak sedang merangkai Permainan Lego)
Selain mengasah kecerdasan otak dan imajinasi anak, permainan menyusun lego juga mampu meningkatkan kemampuan anak dalam menguasai literasi numerasi sekaligus belajar mengenal warna.
Dalam hal mengajarkan anak Literasi Numerasi, sebagai orangtua kita harus bijak dan kreatif mengajak anak bermain sambil berhitung; tanpa mereka menyadarinya. Biarkan si Anak menganggap kita memang benar-benar sedang mengajaknya bermain bersamanya.
Contohnya sejak usia si Sulung, masih 1 tahun saya sering mengajaknya menghitung anak tangga saat naik-turun tangga. Menghitung mainan bebek-bebek di kolam mandinya. Atau menghitung berapa banyak Bawang Merah dan Bawang Putih yang akan dipakai mamanya saat akan memasak nasi goreng kesukaannya.
Bisa juga diselingi dengan nyanyian riang di pagi, siang atau sore hari sembari si Ibu beraktifitas dan si Anak bermain. Nyanyikan lagu: "Satu ditambah satu, sama dengan dua. Dua ditambah dua, sama dengan empat. Empat ditambah empat sama dengan delapan. Delapan ditambah delapan sama dengan enam belas. Ayooo...kawan-kawan, kita bernyanyi sambil berhitung. Belajar berhitung sambil bermain..." Saya biasanya banyak meng-improvisasi lagu-lagu anak sesuai kondiai dan kebutuhan. Intinya adalah penyampaian pesannya sampai kepada anak.
Sedang untuk mengenal penulisan angka-angka, saya lengkapi dengan berbagai poster dinding sebagai media belajarnya. Satu lagi yang paling disukainya adalah cetakan agar-agar pudding yang berbentuk abjad dan angka 0, 1 sampai 9. Jadi setiap kali dia menikmati pudding coklat favoritnya, kami akan sambil belajar mengenal angka-angka. Cara ini ternyata sangat efektif diterapkan sejak usia Batita.
Jika anak sudah memasuki usia sekolah, kita bisa memilih permainan yang lebih edukatif untuk meningkatkan kemampuan berhitungnya seperti gambar ilustrasi di atas.
:: LITERASI DIGITAL
(Foto dokumen Robokidz.Smd, anak-anak dipandu oleh tutornya mengoperasikan komputer dan belajar merangkai sebuah game online. Harapannya, mereka mampu menciptakan games dan tidak hanya sebagai konsumen/pemakai saja).
"Didiklah anak sesuai zamannya," begitulah nasehat orang bijak. Saat ini, hampir mustahil untuk tidak memberikan Gawai/Gadget/Smartphone/Tablet/Laptop dan perangkat elektronik lainnya kepada anak.
Anak kami si Sulung bahkan sudah pintar mengambil sendiri Smartphone Papa/Mamanya dari atas meja atau saat sedang dicharger. Dia bahkan sudah bisa membuka pola kunci layar di Smartphone saya. Sedang Papanya terpaksa harus membuat pengamanan yang lebih sulit untuk pola kunci Smartphone-nya agar si Sulung tidak sesukanya memakai untuk game.
Kami sering berdebat tentang aturan-aturan pemberian Gawai pada anak. Sebelumnya, papanya cenderung membebaskan si Sulung bermain game atau nonton youtube di Smartphone miliknya. Namun saat melihat efek negatifnya, kami mebuat kesepakatan bersama untuk apa saja si Sulung boleh meminjam Smartphone milik Papa/Mamanya.
Kesepakatan kami adalah bahwa ;
1) Smartphone boleh dipakai si Sulung untuk hal-hal positif dan tetap dalam pengawasan orangtua. Waktunya pun dibatasi hanya 30-1 jam dalam sehari.
2) Nonton Youtube lagu-lagu anak (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) yang videonya mampu mengedukasi anak, dan dalam dampingan orangtua.
3) Nonton Tips atau tutorial cara belajar menggambar untuk anak pra-sekolah (khusus untuk ini biasanya saya sendiri yang menontonnya diam-diam, setelah itu mengajak si Sulung belajar menggambar bersama-sama atau membuat games tantangan untuk papanya buat lomba menggambar dan kalau papanya kalah, akan dikenakan sanksi misalnya membelikan Martabak atau Sate Padang untuk kita makan bersama. Ini salah satu cara "me time" #SahabatKeluarga dan merupakan kegiatan #LiterasiKeluarga yang seru untuk dicoba) 🤗
4) Saat Video Call sama sanak saudara, terutama Kakek-Neneknya di kampung halaman. Kalau untuk hal ini tentu anak tak bisa dilarang bukan 🤗
:: LITERASI SAINS
Sekilas kita kembali ke awal. Bahwa Literasi Baca-Tulis adalah kunci pembuka untuk ke-5 literasi lanjutan lainnya. Saat anak sudah mulai mencintai literasi baca-tulis akan tumbuh rasa ingin tahu yang lebih besar untuk segala sesuatunya, termasuk di bidang sains. Sudah banyak penelitian membuktikan anak dengan kemampuan membaca-menulis yang baik akan mendukung prestasi akademiknya di bidang sains, matematika, penguasaan bahasa asing dan ilmu-ilmu lainnya.
Untuk mengajarkan Sains kepada anak, sebenarnya bisa kita mulai dari hal-hal sederhana dengan cara mudah. Bisa diajarkan dari kejadian-kejadian sederhana dalam kehidupan kita sehari-hari.
Contohnya ;
1) Ajak anak untuk melihat dan mengamati awan-awan yang sedang bergerak. Atau saat akan turun hujan, tanyakan kepadanya; mengapa saat akan hujan, tiba-tiba cahaya matahari redup/hilang dan mengapa awan tiba-tiba berubah menjadi hitam? Pertanyaan semacam ini akan merangsang daya pikir dan imajinasi anak akan berkembang lebih baik.
Diam-diam nantinya dia akan lebih sering mengamati awan, langit, hujan dan matahari? Dan sebagai orangtua kita harus siap menjawab setiap pertanyaannya.
2) Saat si Ibu menjemur pakaian, ajak si Anak bicara dan coba bertanya; mengapa pakaian basah ini nantinya bisa menjadi pakaian kering? Apa yang membuatnya kering yah ?
3) Saat ibu memasukkan beras ke dalam ricecooker, ajak anak melihatnya sejenak. Lalu nanti bagaimana beras itu berubah menjadi nasi yang empuk dan enak dimakan?
Pertanyaan-pertanyaan yang menurut orang dewasa ini terbilang sepele dan mungkin konyol, sesungguhnya mampu mengasah daya pikir anak dan membantunya berimajinasi. Jika sering-sering diterapkan, dan dijadikan kebiasaan, niscaya si anak akan semakin tertarik mempelajari Sains.
:: LITERASI FINANSIAL
Literasi finansial bertujuan untuk mengajarkan anak tata kelola keuangan secara sederhana, tentu harus sesuai tingkatan usianya ya #SahabatKeluarga.
Untuk anak Batita mungkin kita bisa mengajarkan kebiasaan menabung di celengan. Sesekali saat mereka merengek minta dibelikan mainan yang ini dan yang itu, kita jelaskan padanya tidak baik terlalu banyak buang duit untuk membeli itu semua, karena cari duit itu susah-payah.
"Jangan yah Sayang...kasihan Papa kita capek-capek cari duit kerja jauh-jauh, nanti Papanya nangis..." senjata ini biasanya ampuh untuk mengurungkan niat si Sulung saat ingin beli mainan berlebihan. "Iya Maaa..." dia akan menjawabnya dengan sedikit berat hati. Namun dia sudah bisa menerima penjelasan demikian.
Sedangkan untuk anak yang sudah usia Sekolah Dasar, orangtua sudah bisa mengajarkan pola pengelolaan uang yang lebih kompleks. Misalnya, sesekali biarkan si Anak berbelanja sendiri kebutuhan ATK nya di sekolah. Ibu/Ayah bisa memberikan uang saat dia minta dibelikan Pensil, Buku dan Rautan Pencil. Ajarkan padanya untuk membuat laporan belanjanya tadi. Berapa harga masing-masing item yang dibelanjakannya dan berapa sisa uang yang harus dikembalikannya kepada Ayah/Bunda. Selain membangun pemahaman dan literasi finansial, hal seperti ini juga mengajarkan anak untuk belajar mandiri dan bertanggungjawab.
:: LITERASI BUDAYA dan Kewarganegaraan
Seseorang akan kehilangan jati dirinya jika tidak mengenal dan memahami inti kebudayaan dan adat-istiadat dari mana dia dilahirkan dan dibesarkan. Adat-istiadat dan kebudayaannya adalah akar darimana seseorang dilahirkan.
Ketika seseorang lalai dan lupa terhadap adat-istiadat dan budaya darimana dia dilahirkan, maka dia bagaikan seseorang tanpa jati diri.
Kita bisa melihat fenomena kenakalan remaja di zaman ini. Kita bisa amati dan analisis bagaimana mental dan cara hidup para remaja dan anak-anak didik di era ziber-space yang semakin menggila ini. Kebanyakan diantaranya seolah ingin terlihat "kebarat-baratan", dengan trend pakaian, gaya hidup, berbahasa dan lainnya.
Namun mereka tidak lagi memahami nilai-nilai moral yang terkandung/tersirat dalam kearifan lokal budaya nenek moyangnya sendiri.
Parahnya, sebagian diantara mereka "merasa malu" mengakui adat-budaya nenek moyangnya. Kenapa hal ini terjadi ? Karena sebagian besar orangtua modern di era ini, sibuk dengan dunianya masing-masing dan lalai mengajarkan, memperkenalkan dan mengimplementasikan identitas budayanya kepada anak-anak mereka. Termasuk dalam hal ini, lemahnya kepedulian terhadap penerapan dan pelestarian "Bahasa Ibu". Anak-anak yang lahir di perantauan (perkotaan) jauh dari kampung kelahiran ayah/ibunya, cenderung tidak lagi menguasai "Bahasa Ibu".
Sementara jika anak tidak menguasai "Bahasa Ibu"-nya, bagaimana dia memahami ajaran-ajaran budaya lokal ibunya?
Anak lahir dari rahim seorang Ibu. Dan IBU adalah "rahim" bagi sebuah keluarga. Maka, mau tidak mau, adalah menjadi tugas penting para Ibu (namun akan lebih baik jika dengan dukungan penuh sang Ayah) untuk mengajarkan, menerapkan dan mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal budayanya kepada anak-anak sejak dini.
Peran Ibu menjadi begitu besar dalam hal ini, mengingat sebagian besar waktu anak lebih banyak bersama si Ibu dibanding sang Ayah (terutama jika sang Ayah bekerja di luar kota misalnya).
Mengenalkan identitas diri adalah salah satu kunci terpenting yang harus kita ajarkan kepada si Anak sejak dini. Siapa dia sebenarnya. Darimana dia berasal. Siapa Ibu/Ayahnya? Kakek dan nenek moyangnya, dan sebagainya.
Namun pola dan cara mengajarkan perihal budaya dan pemahaman kewarganegaraan ini tentu berbeda tergantung tingkat usia anak.
Misalnya untuk si Sulung yang masih tergolong Batita (2 tahun 8 bulan), kami sering bertanya ; Siapa namamu ? (Dia akan menjawab dengan benar). Marga apa? (Marga merupakan identitas penting bagi masyarakat Sumatera Utara, sebagai jalan menelisik asal-muasal nenek moyang seseorang).
Lalu untuk mengajarkan pemahaman kewarganegaraan, kami sering mengajaknya menyanyikan lagu-lagu nasional bersama-sama.
"Indonesia Raya" saat ini menjadi lagu favoritnya sejak si Sulung dan Papanya terpilih menjadi salah satu pemenang lomba video menyanyikan lagu dengan tema #GueIndonesiaBgt pada moment 17 Agustus lalu.
NB. Silahkan dicek videonya di @gueindonesiabgt #gueindonesiabgt a.n. IG. @hendra.silalahi.146 (Video tersebut sekaligus menunjukkan bagaimana cara dan usaha kami memperkenalkan literasi kewarganegaraan kepada anak-anak sejak dini).
Untuk anak SD, SMP dan SMA mungkin dibutuhkan cara yang berbeda. Misalnya dengan sesekali mengajak mereka menonton pameran budaya atau mengikuti kegiatan-kegiatan karnaval budaya dan sebagainya.
Ayah/Bunda juga perlu mengoleksi berbagai buku atau novel-novel sejarah atau kisah-kisah heroik para pahlawan Bangsa. Niscaya akan banyak nilai yang menginspirasi jiwa dan pemikiran anak-anak kita.
Namun semua ini harus dimulai dengan membudayakan literasi baca-tulis. Mari #SahabatKeluarga Indonesia, kita bangun Bangsa Indonesia yang kuat dan hebat dimulai dari keluarga kita, dari rumah kita. Oleh kita untuk Bangsa Indonesia HEBAT di Masa Mendatang.
#SahabatKeluarga
#LiterasiKeluarga
Salam Literasi,
(Poloria Sitorus, S.Pd)
Penulis adalah Ibu Rumahtangga dengan dua putra. Mantan Jurnalis yang ingin terus menulis.
Salam hangat dari Kota di Tepian Sungai Mahakam yang hangat.
Bagai Menanam Benih Berlian pada Anak
"Jika budaya anda tidak menyukai orang-orang yang kutu buku, anda berada pada masalah yang serius," Bill Gates, pendiri Microsoft.
Buku mampu mengubah dunia. Buku menjadi bagian terpenting dari perkembangan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi dalam peradaban hidup manusia. Dengan dan lewat bukulah ilmu-ilmu itu disebarluaskan dan ditransfer kemudian diterapkan dalam kehidupan. Efeknya bisa mengubah dunia lebih menakjubkan dan hasilnya bisa kita lihat seperti sekarang ini.
"Ada lebih banyak harta di dalam buku daripada harta yang didapat perampok di Pulau Harta," demikian pendapat Walt Disney (Produser dan Sutradara film).
Sebegitu pentingnya buku dalam mengubah kehidupan umat manusia. Namun yang menjadi pertanyaan saat ini, sudah seberapa banyak kita membaca buku? Dan buku apa saja yang telah kita baca?
Saya terbilang sedikit beruntung karena saya "ditakdirkan" mengenal, menyukai kemudian mencintai buku. Sehingga pada titik tertentu saya tiba pada pemahaman bahwa "sebaik-baiknya teman duduk adalah BUKU." Sejak masuk di sebuah komunitas sastra sekitar tahun 2009 lalu, disana kami dibentuk menjadi pribadi yang mencintai buku sepenuh hati.
Sehingga buku dan kegiatan membaca tidak lagi dianggap sebagai tugas atau beban, namun sebaliknya buku selalu dianggap sebagai "Hadiah Berharga" dan kegiatan membaca menjadi sebuah cara "me time" yang sangat mewah. Jujur saja, konsep dan pemahaman seperti ini tidak saya dapatkan dari guru-guru Bahasa Indonesia saya sejak SD, SMP, SMA bahkan di Kampus. Saya mencintai buku dan menjadi selalu begitu rindu membaca buku setelah tiba di komunitas sastra dan komunitas penulis.
Darisinilah benih kecintaan pada dunia literasi mulai lahir di dalam diri saya. Begitupun dengan hasrat dan kecintaan pada dunia menulis. Inilah yang akhirnya membawa saya masuk dalam dunia jurnalis. Semasa menempuh pendidikan di Universitas Negeri Medan, saya aktif menulis di berbagai koran lokal di Kota Medan dan akhirnya diundang sebagai Redaktur Tamu untuk mengasuh sebuah rubrik budaya di salah satu media lokal. Saya kemudian menjadi semakin mencintai dunia tulis-menulis dan dunia literasi.
Bersama dengan teman-teman di komunitas kami sering melakukan kegiatan "Berburu Buku" seperti di setiap Bazar Buku atau hunting buku di beberapa toko buku. Kegiatan diskusi dan bedah buku juga menjadi kegiatan rutin mingguan. Aktifitas ini sangat positif. Selain untuk berbagi dan bertukar ilmu, tentunya hal ini memperkaya pengetahuan setiap anggota komunitas. Buku yang sudah di baca si A, belum tentu dibaca oleh si B dan si C. Setiap anggota komunitas berlomba-lomba untuk lebih banyak membaca buku dan mencari berita serta informasi lainnya baik melalui buku, majalah, koran, internet dan media lainnya.
(Foto dokumen pribadi penulis saat diskusi bersama teman-teman di KSI-Medan, 2010)
Setelah menyelesaikan pendidikan di UNIMED saya sempat mengajar di salah satu sekolah swasta di kampung kelahiran saya. Sembari mengajar, kami bersama teman-teman lainnya yang se-ide, membuka sebuah "Ruma Parguruan"--rumah belajar bagi anak-anak di sebuah dusun terpencil yang masih belum memiliki akses ke perpustakaan. Visi-misi kami adalah "membangun dengan literasi". Kami bergantian sebagai tutor mengunjungi "Ruma Parguruan" untuk mendampingi anak-anak belajar bersama, membaca di alam bebas, membacakan puisi atau sebuah dongeng dan hingga berlatih menulis cerpen, puisi atau dongeng.
Kecintaan pada dunia literasi sudah mengakar dalam diri sehingga dimana pun dan kapan pun rasanya saya selalu ingin menularkan kecintaan dunia literasi kepada sesama. Ada rasa kebahagiaan, ketika orang-orang di sekitar kita turut merasakan nikmatnya membaca buku, mencintai dunia literasi dan hasrat ingin belajar sepanjang masa.
Tak berselang lama, oleh sebab kecintaan saya pada dunia jurnalis, akhirnya saya ke Pulau Batam dan bekerja di sebuah kantor berita. Disana kami juga aktif melakukan gerakan literasi terhadap masyarakat di pelosok-pelosok pulau terpencil.
(Foto penulis bersama dengan Pak Hasan Aspahani, Pimpinan Redaksi BATAM POS, dalam Gerakan Seribu Rumah Baca, Kepulauan Riau)
Saya merasa sangat beruntung ketika akhirnya bisa bekerja sama dengan teman-teman pecinta literasi dari Koran SINDO Batam. Bersama dengan Koran SINDO Batam kami menggagas gerakan "SINDO Goes to School" dengan visi-misi memperkenalkan dunia jurnalis dan pentingnya kegiatan literasi kepada para peserta didik di beberapa sekolah di Kota Batam.
(Dokpri penulis dalam kegiatan SINDO Goes to School di beberapa sekolah di Kota Batam, 2015-2016).
Saya merasa sangat beruntung diberi kesempatan untuk saling berbagi khususnya dalam memotivasi orang-orang di lingkungan sekitar saya untuk lebih mencintai buku, ilmu dan dunia literasi.
Keberuntungan seperti ini tidak didapatkan banyak orang. Ironisnya, menurut hasil penelitian PISA (Program for International Student Assesment) menyebutkan bahwa minat baca Indonesia masih ada pada level terendah yaitu rangkin 62 dari 70 negara.
Masih rendahnya minat baca Bangsa kita secara menyeluruh tentu berdampak pada kualitas SDM Bangsa ini. Kita bisa lihat isi pemberitaan akhir-akhir ini. Maraknya aksi-aksi demo, kesuruhan dimana-mana karena disebabkan hoax dan banyak berita kriminalitas lainnya. Hal ini sedikit banyaknya dipengaruhi oleh rendahnya minat baca masyarakat kita. Khususnya minat baca untuk karya-karya prestisius seperti karya sastra, filsafat, sejarah dan perkembangan sains dan teknologi.
Coba kita renungkan sesaat dan kita simak kutipan dari Bill Gates pada kalimat pembuka di awal tadi.
Rendahnya minat baca masyarakat kita secara umum, khususnya minat baca untuk buku-buku sastra, filsafat dan sejarah, menjadikan masyarakat kita menjadi cenderung "gersang" pemikirannya. Tidak memiliki daya nalar kritis ketika mendengar berita dari lingkungan sekitarnya, sehingga sangat mudah dibodohi hanya dengan hoax, mudah diprovokasi dan sebagainya. Masayarakat kita menjadi "miskin kreatifitas". Itu sebabnya masyarakat kita cenderung puas hanya sebagai konsumen, tidak berusaha menjadi para "pencipta karya" sebagaimana di negara-negara maju lainnya.
Lalu bagaimana mengubah ini? Kita harus memulainya dari keluarga. Dan kita berperan sebagai #SahabatKeluarga.
Saya teringat kutipan favorit saya dari Ayah Edy, "Indonesian Strong from Home", begitu selalu kalimat pembuka beliau saat mengisi acara di Smart FM.
Sebuah Bangsa akan kuat dan hebat jika keluarganya hebat. Nah, tugas kita semualah membuat Bangsa ini menjadi hebat, yaitu melalui keluarga kita.
Apakah kita seorang ibu, ayah, kakak, adik, paman, tante, sepupu, keponakan dan lainnya. Kita semua mempunyai peran penting dalam menumbuhkan budaya literasi dimulai dari keluarga dan dari dalam rumah kita.
Membudayakan kecintaan pada dunia literasi memang bukanlah perkara mudah. Butuh kesabaran, komitmen, disiplin dan proses yang panjang hingga suatu saat kita akan tersenyum melihat hasilnya.
Namun sebelum lebih jauh, kita perlu mengetahui ada 6 jenis Literasi Dasar yang sangat penting dikuasai oleh anggota keluarga kita, terkhusus kepada anak-anak dan kaum pelajar, yaitu ;
1. Literasi Baca-Tulis
2. Literasi Numerasi
3. Literasi Digitasi
4. Literasi Sains
5. Litetasi Finansial
6. Literasi Budaya dan Kewarganegaraan
:: LITERASI BACA-TULIS
Literasi Baca-Tulis merupakan literasi dasar pembuka untuk 5 jenis literasi lainnya. Dan buku adalah jendela untuk mengantar kita melihat seluruh isi dunia. Dengan membaca, kita sedang membuka Jendela Dunia itu untuk kita Jika bukunya tidak dibuka, itu artinya Jendela Dunia kita juga tidak dibuka alias tertutup.
"Maka bukalah bukumu untuk membuka Jendela Dunia untukmu." (Poloria Sitorus, S.Pd)
Menyadari betapa penting dan besarnya manfaat membaca buku, sejak menikah saya telah berkomitmen untuk memperkenalkan literasi sejak dini kepada anak-anak saya kelak. Saya membuat anggaran khusus belanja buku dan majalah anak untuk si Sulung sejak dia bahkan belum genap 1 tahun. Meski si Sulung saat itu belum menguasai abjad, namun setidaknya dia telah mampu membaca gambar.
"Maaa...Mamaaa...ayooo kita cerita pada suatu hari," kata si Sulung setiap kali sebelum tidur. Sejak sebelum 1 tahun, saya konsisten membiasakan kegiatan membaca bersama di ruang keluarga. Meski sekadar melihat gambar-gambar kesukaannya di majalah Bobo atau mengamati foster-foster hewan buas dan jenis ikan-ikan. Dia akan selalu banyak bertanya. "Maaa...apa ini Maaa...?" "Maaa...apa itu Maaa...?" "Waaaooooo...." terkadang dia merasa sangat menakjubkan melihat suatu gambar yang sangat menarik perhatiannya. Intinya sebagai orangtua, kita harus selalu sabar menjawab pertanyaan-pertanyaannya.
(Putra Sulung saya telah mulai kami perkenalkan dunia literasi sejak sebelum 1 tahun).
Cara atau tips untuk membiasakan dan memperkenalkan literasi baca-tulis sejak dini pada anak ;
1. Ajak anak melakukan kegiatan membaca dengan happy dan fun bersama-sama, sehingga anak akan merasa senang melakukannya
2. Sering mengajak anak mengunjungi toko buku
3. Biarkan anak memilih sendiri buku kesukaannya
4. Saat dia berprestasi di sekolah, apresiasi dia dengan memberi hadiah buku kesukaannya atau buku lain yang bisa mengedukasinya, jangan dibelikan mainan terus yah Ayah/Bunda 🤗
Jika kegiatan membaca bersama anak dan orangtua dilakukan sejak dini, bahkan sejak anak Batita, sangat banyak manfaat positifnya:
1. Anak lebih cepat belajar berbicara
2. Meningkatkan kosa kata
3. Meningkatkan daya imajinasi anak
4. Menjauhkan anak dari kecanduan Gawai
5. Meningkatkan kemampuan otak untuk berpikir
6. Meningkatkan rasa ingin tahu si anak
7. Mengembangkan daya imajinasi anak menjadi lebih luar biasa
8. Membaca menjadi kegiatan positif bagi anak dan orangtua, karena akan bisa mendekatkan anak dan orangtua secara psikologis
8. Dengan banyak membaca anak dan orangtua akan terhindar dari masalah stresss.
dan masih banyak manfaat positif lainnya.
"Menanamkan Kecintaan Literasi Sejak Dini, bagai menanam Benih Berlian di dalam diri anak."
Hasilnya tentu akan kita lihat di masa mendatang. Saya telah melihat nyata didikan dari Kakak Sulung saya yang memiliki 4 putra dan 1 putri. Beliau adalah panutan dan tauladan bagi saya termasuk dalam hal kecintaan pada ilmu, dunia pendidikan dan dunia literasi. Dari beliau pulalah saya mendapatkan akses membaca lebih banyak Majalah Sastra Horison sejak SMA.
Sebagai anak paling Bungsu, usia kami terpaut jauh. Saat beliau telah berkeluarga dan memiliki anak, saya masih sekolah. Saya melihat bagaimana beliau begitu disiplin untuk membangun dan menanamkan kecintaan anak-anaknya pada dunia literasi (dalam hal ini termasuk ke-6 literasi dasar yang tersebut di atas).
Secara akademik, kelima keponakan saya selalu berhasil menduduki peringkat 1, 2 dan 3 di kelasnya masing-masing meski mereka tetap saja turut membantu orangtua mereka ke sawah atau ke kebun itu tidak menjadi penghalang meraih prestasi akademik mereka di sekolah. Saat ini ponakan yang paling Sulung dari Kakak Sulung masuk di Universitas Sumatera Utara dan adik-adiknya lulus di sekolah-sekolah unggulan dan favorit. Tentu saya turut berbangga hati melihat prestasi mereka semua. Dan ingin menerapkan didikan yang sama khususnya perihal menanamkan kecintaan terhadap dunia literasi sejak dini.
**
Meski sesungguhnya bagi seorang ibu rumahtangga seperti saya yang super sibuk mengurus anak dan bayi yang masih kecil, mengurus semua PR domestik rumahtangga sendirian (tanpa ART) butuh perjuangan ekstra untuk membagi waktu dan meluangkan waktu untuk belajar dan membaca bersama si Sulung. Apalagi si Sulung yang usianya sekarang (2 tahun 8 bulan) dia sedang tertarik pada aktifitas menggambar dan mewarnai, meski hasil gambarnya sendiri kalau tidak dipandu masih cenderung corat-coret saja. Begitupun mewarnai.
Namun sebagai ibu, saya harus selalu belajar bersabar. Meski terkadang rasa lelah dan kantuk harus dilawan demi mendampingi si Sulung belajar menggambar, mewarnai, bernyanyi A,B,C,D atau sekadar membacakan dongeng "pada suatu hari".
Saat kita berpikir bagaimana kelak masa depan anak-anak kita jika tidak dididik budaya literasi sejak dini, maka semua rasa lelah itu bisa hilang begitu saja, demi anak-anak kita hebat di masa depan dengan "belajar, belajar dan terus belajar".
"Anak-anak kita akan jadi hebat dengan terus belajar."
:: LITERASI NUMERASI
(Foto dokumen Robokidz, seorang anak sedang merangkai Permainan Lego)
Selain mengasah kecerdasan otak dan imajinasi anak, permainan menyusun lego juga mampu meningkatkan kemampuan anak dalam menguasai literasi numerasi sekaligus belajar mengenal warna.
Dalam hal mengajarkan anak Literasi Numerasi, sebagai orangtua kita harus bijak dan kreatif mengajak anak bermain sambil berhitung; tanpa mereka menyadarinya. Biarkan si Anak menganggap kita memang benar-benar sedang mengajaknya bermain bersamanya.
Contohnya sejak usia si Sulung, masih 1 tahun saya sering mengajaknya menghitung anak tangga saat naik-turun tangga. Menghitung mainan bebek-bebek di kolam mandinya. Atau menghitung berapa banyak Bawang Merah dan Bawang Putih yang akan dipakai mamanya saat akan memasak nasi goreng kesukaannya.
Bisa juga diselingi dengan nyanyian riang di pagi, siang atau sore hari sembari si Ibu beraktifitas dan si Anak bermain. Nyanyikan lagu: "Satu ditambah satu, sama dengan dua. Dua ditambah dua, sama dengan empat. Empat ditambah empat sama dengan delapan. Delapan ditambah delapan sama dengan enam belas. Ayooo...kawan-kawan, kita bernyanyi sambil berhitung. Belajar berhitung sambil bermain..." Saya biasanya banyak meng-improvisasi lagu-lagu anak sesuai kondiai dan kebutuhan. Intinya adalah penyampaian pesannya sampai kepada anak.
Sedang untuk mengenal penulisan angka-angka, saya lengkapi dengan berbagai poster dinding sebagai media belajarnya. Satu lagi yang paling disukainya adalah cetakan agar-agar pudding yang berbentuk abjad dan angka 0, 1 sampai 9. Jadi setiap kali dia menikmati pudding coklat favoritnya, kami akan sambil belajar mengenal angka-angka. Cara ini ternyata sangat efektif diterapkan sejak usia Batita.
Jika anak sudah memasuki usia sekolah, kita bisa memilih permainan yang lebih edukatif untuk meningkatkan kemampuan berhitungnya seperti gambar ilustrasi di atas.
:: LITERASI DIGITAL
(Foto dokumen Robokidz.Smd, anak-anak dipandu oleh tutornya mengoperasikan komputer dan belajar merangkai sebuah game online. Harapannya, mereka mampu menciptakan games dan tidak hanya sebagai konsumen/pemakai saja).
"Didiklah anak sesuai zamannya," begitulah nasehat orang bijak. Saat ini, hampir mustahil untuk tidak memberikan Gawai/Gadget/Smartphone/Tablet/Laptop dan perangkat elektronik lainnya kepada anak.
Anak kami si Sulung bahkan sudah pintar mengambil sendiri Smartphone Papa/Mamanya dari atas meja atau saat sedang dicharger. Dia bahkan sudah bisa membuka pola kunci layar di Smartphone saya. Sedang Papanya terpaksa harus membuat pengamanan yang lebih sulit untuk pola kunci Smartphone-nya agar si Sulung tidak sesukanya memakai untuk game.
Kami sering berdebat tentang aturan-aturan pemberian Gawai pada anak. Sebelumnya, papanya cenderung membebaskan si Sulung bermain game atau nonton youtube di Smartphone miliknya. Namun saat melihat efek negatifnya, kami mebuat kesepakatan bersama untuk apa saja si Sulung boleh meminjam Smartphone milik Papa/Mamanya.
Kesepakatan kami adalah bahwa ;
1) Smartphone boleh dipakai si Sulung untuk hal-hal positif dan tetap dalam pengawasan orangtua. Waktunya pun dibatasi hanya 30-1 jam dalam sehari.
2) Nonton Youtube lagu-lagu anak (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) yang videonya mampu mengedukasi anak, dan dalam dampingan orangtua.
3) Nonton Tips atau tutorial cara belajar menggambar untuk anak pra-sekolah (khusus untuk ini biasanya saya sendiri yang menontonnya diam-diam, setelah itu mengajak si Sulung belajar menggambar bersama-sama atau membuat games tantangan untuk papanya buat lomba menggambar dan kalau papanya kalah, akan dikenakan sanksi misalnya membelikan Martabak atau Sate Padang untuk kita makan bersama. Ini salah satu cara "me time" #SahabatKeluarga dan merupakan kegiatan #LiterasiKeluarga yang seru untuk dicoba) 🤗
4) Saat Video Call sama sanak saudara, terutama Kakek-Neneknya di kampung halaman. Kalau untuk hal ini tentu anak tak bisa dilarang bukan 🤗
:: LITERASI SAINS
Sekilas kita kembali ke awal. Bahwa Literasi Baca-Tulis adalah kunci pembuka untuk ke-5 literasi lanjutan lainnya. Saat anak sudah mulai mencintai literasi baca-tulis akan tumbuh rasa ingin tahu yang lebih besar untuk segala sesuatunya, termasuk di bidang sains. Sudah banyak penelitian membuktikan anak dengan kemampuan membaca-menulis yang baik akan mendukung prestasi akademiknya di bidang sains, matematika, penguasaan bahasa asing dan ilmu-ilmu lainnya.
Untuk mengajarkan Sains kepada anak, sebenarnya bisa kita mulai dari hal-hal sederhana dengan cara mudah. Bisa diajarkan dari kejadian-kejadian sederhana dalam kehidupan kita sehari-hari.
Contohnya ;
1) Ajak anak untuk melihat dan mengamati awan-awan yang sedang bergerak. Atau saat akan turun hujan, tanyakan kepadanya; mengapa saat akan hujan, tiba-tiba cahaya matahari redup/hilang dan mengapa awan tiba-tiba berubah menjadi hitam? Pertanyaan semacam ini akan merangsang daya pikir dan imajinasi anak akan berkembang lebih baik.
Diam-diam nantinya dia akan lebih sering mengamati awan, langit, hujan dan matahari? Dan sebagai orangtua kita harus siap menjawab setiap pertanyaannya.
2) Saat si Ibu menjemur pakaian, ajak si Anak bicara dan coba bertanya; mengapa pakaian basah ini nantinya bisa menjadi pakaian kering? Apa yang membuatnya kering yah ?
3) Saat ibu memasukkan beras ke dalam ricecooker, ajak anak melihatnya sejenak. Lalu nanti bagaimana beras itu berubah menjadi nasi yang empuk dan enak dimakan?
Pertanyaan-pertanyaan yang menurut orang dewasa ini terbilang sepele dan mungkin konyol, sesungguhnya mampu mengasah daya pikir anak dan membantunya berimajinasi. Jika sering-sering diterapkan, dan dijadikan kebiasaan, niscaya si anak akan semakin tertarik mempelajari Sains.
:: LITERASI FINANSIAL
Literasi finansial bertujuan untuk mengajarkan anak tata kelola keuangan secara sederhana, tentu harus sesuai tingkatan usianya ya #SahabatKeluarga.
Untuk anak Batita mungkin kita bisa mengajarkan kebiasaan menabung di celengan. Sesekali saat mereka merengek minta dibelikan mainan yang ini dan yang itu, kita jelaskan padanya tidak baik terlalu banyak buang duit untuk membeli itu semua, karena cari duit itu susah-payah.
"Jangan yah Sayang...kasihan Papa kita capek-capek cari duit kerja jauh-jauh, nanti Papanya nangis..." senjata ini biasanya ampuh untuk mengurungkan niat si Sulung saat ingin beli mainan berlebihan. "Iya Maaa..." dia akan menjawabnya dengan sedikit berat hati. Namun dia sudah bisa menerima penjelasan demikian.
Sedangkan untuk anak yang sudah usia Sekolah Dasar, orangtua sudah bisa mengajarkan pola pengelolaan uang yang lebih kompleks. Misalnya, sesekali biarkan si Anak berbelanja sendiri kebutuhan ATK nya di sekolah. Ibu/Ayah bisa memberikan uang saat dia minta dibelikan Pensil, Buku dan Rautan Pencil. Ajarkan padanya untuk membuat laporan belanjanya tadi. Berapa harga masing-masing item yang dibelanjakannya dan berapa sisa uang yang harus dikembalikannya kepada Ayah/Bunda. Selain membangun pemahaman dan literasi finansial, hal seperti ini juga mengajarkan anak untuk belajar mandiri dan bertanggungjawab.
:: LITERASI BUDAYA dan Kewarganegaraan
Seseorang akan kehilangan jati dirinya jika tidak mengenal dan memahami inti kebudayaan dan adat-istiadat dari mana dia dilahirkan dan dibesarkan. Adat-istiadat dan kebudayaannya adalah akar darimana seseorang dilahirkan.
Ketika seseorang lalai dan lupa terhadap adat-istiadat dan budaya darimana dia dilahirkan, maka dia bagaikan seseorang tanpa jati diri.
Kita bisa melihat fenomena kenakalan remaja di zaman ini. Kita bisa amati dan analisis bagaimana mental dan cara hidup para remaja dan anak-anak didik di era ziber-space yang semakin menggila ini. Kebanyakan diantaranya seolah ingin terlihat "kebarat-baratan", dengan trend pakaian, gaya hidup, berbahasa dan lainnya.
Namun mereka tidak lagi memahami nilai-nilai moral yang terkandung/tersirat dalam kearifan lokal budaya nenek moyangnya sendiri.
Parahnya, sebagian diantara mereka "merasa malu" mengakui adat-budaya nenek moyangnya. Kenapa hal ini terjadi ? Karena sebagian besar orangtua modern di era ini, sibuk dengan dunianya masing-masing dan lalai mengajarkan, memperkenalkan dan mengimplementasikan identitas budayanya kepada anak-anak mereka. Termasuk dalam hal ini, lemahnya kepedulian terhadap penerapan dan pelestarian "Bahasa Ibu". Anak-anak yang lahir di perantauan (perkotaan) jauh dari kampung kelahiran ayah/ibunya, cenderung tidak lagi menguasai "Bahasa Ibu".
Sementara jika anak tidak menguasai "Bahasa Ibu"-nya, bagaimana dia memahami ajaran-ajaran budaya lokal ibunya?
Anak lahir dari rahim seorang Ibu. Dan IBU adalah "rahim" bagi sebuah keluarga. Maka, mau tidak mau, adalah menjadi tugas penting para Ibu (namun akan lebih baik jika dengan dukungan penuh sang Ayah) untuk mengajarkan, menerapkan dan mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal budayanya kepada anak-anak sejak dini.
Peran Ibu menjadi begitu besar dalam hal ini, mengingat sebagian besar waktu anak lebih banyak bersama si Ibu dibanding sang Ayah (terutama jika sang Ayah bekerja di luar kota misalnya).
Mengenalkan identitas diri adalah salah satu kunci terpenting yang harus kita ajarkan kepada si Anak sejak dini. Siapa dia sebenarnya. Darimana dia berasal. Siapa Ibu/Ayahnya? Kakek dan nenek moyangnya, dan sebagainya.
Namun pola dan cara mengajarkan perihal budaya dan pemahaman kewarganegaraan ini tentu berbeda tergantung tingkat usia anak.
Misalnya untuk si Sulung yang masih tergolong Batita (2 tahun 8 bulan), kami sering bertanya ; Siapa namamu ? (Dia akan menjawab dengan benar). Marga apa? (Marga merupakan identitas penting bagi masyarakat Sumatera Utara, sebagai jalan menelisik asal-muasal nenek moyang seseorang).
Lalu untuk mengajarkan pemahaman kewarganegaraan, kami sering mengajaknya menyanyikan lagu-lagu nasional bersama-sama.
"Indonesia Raya" saat ini menjadi lagu favoritnya sejak si Sulung dan Papanya terpilih menjadi salah satu pemenang lomba video menyanyikan lagu dengan tema #GueIndonesiaBgt pada moment 17 Agustus lalu.
NB. Silahkan dicek videonya di @gueindonesiabgt #gueindonesiabgt a.n. IG. @hendra.silalahi.146 (Video tersebut sekaligus menunjukkan bagaimana cara dan usaha kami memperkenalkan literasi kewarganegaraan kepada anak-anak sejak dini).
Untuk anak SD, SMP dan SMA mungkin dibutuhkan cara yang berbeda. Misalnya dengan sesekali mengajak mereka menonton pameran budaya atau mengikuti kegiatan-kegiatan karnaval budaya dan sebagainya.
Ayah/Bunda juga perlu mengoleksi berbagai buku atau novel-novel sejarah atau kisah-kisah heroik para pahlawan Bangsa. Niscaya akan banyak nilai yang menginspirasi jiwa dan pemikiran anak-anak kita.
Namun semua ini harus dimulai dengan membudayakan literasi baca-tulis. Mari #SahabatKeluarga Indonesia, kita bangun Bangsa Indonesia yang kuat dan hebat dimulai dari keluarga kita, dari rumah kita. Oleh kita untuk Bangsa Indonesia HEBAT di Masa Mendatang.
#SahabatKeluarga
#LiterasiKeluarga
Salam Literasi,
(Poloria Sitorus, S.Pd)
Penulis adalah Ibu Rumahtangga dengan dua putra. Mantan Jurnalis yang ingin terus menulis.
Salam hangat dari Kota di Tepian Sungai Mahakam yang hangat.
Membaca sejak dini..perlu di tanamkan pd anak"..baik buku cerita maupun dongeng..sesuai usianya..kelak nanti dia bersklh..maka dia kan terbiasa tuk membaca..jd tdk ketergantungan pd handpone..apalagi zaman now..anak" di bwh umur pun sdh di manjakan oleh handpone..jdi perlu pengawasan ekstra dri org tua..sekiranya pun bermain game..di batasilah..di beri pengertian..agak si anak tdk ngambek atau menangis..😇😇
BalasHapus