Perahu Nuh dan Banjir Sampah
Dalam agama Abrahamik, Bahtera Nuh adalah sebuah kapal besar yang dibangun atas perintah Tuhan untuk menyelamatkan Nuh, keluarganya, kaumnya yang beriman dan kumpulan hewan/binatang yang ada di seluruh dunia dari terjangan banjir (air bah). Kisah ini terdapat daalam Kitab Kejadian dalam Alkitab Ibrani dan di Perjanjian Lama dalam Alkitab Kristen dan dalam Al-Qur’an.
Dalam mitos Sumeria juga dikisahkan hal serupa. Namun tokoh dalam mitos Sumeria bukan Nuh, melainkan Ziusudra. Inti kisah ini sama, Ziusudra diperingatkan para Dewa untuk membangun sebuah kapal besar untuk menyelamatkannya dari banjir bah.
Tidak hanya dalam agama Abrahamik dan Sumeria, kisah serupa ini juga banyak ditemukan di banyak kebudayaan di seluruh dunia. Semisal dalam kisah si Toba dan terjadinya Pulau Samosir.
Sedangkan dari sudut pandang ilmu geografi, pernah pula terjadi Zaman Glasial dimana Bumi mengalami penurunan suhu dalam waktu yang sangat lama sehingga menyebabkan peningkatan keluasan lapisan Es di daerah Kutub Utara dan Kutub Selatan.
Pada Zaman Es ini, air laut membeku sehingga permukaan laut turun dan garis pantai menjorot ke laut sehingga ada kemungkinan ada beberapa pulau menyatu ketika Zaman Es tersebut, sebagaimana teori The Atlantis.
Kemudian periode berikutnya terjadi Zaman InterGlasial. Zaman ini terjadi diantara dua (2) Zaman Es, dimana suhu atau temperatur Bumi secara menyuluruh naik sehingga lapisan-lapisan Es di daerah kutub mencair secara drastis. Permukaan air laut naik dan mendorong garis pantai lebih jauh ke daratan. Mengakibatkan banjir bandang, banjir besar atau air bah yang mengakibatkan kehancuran bagi sebagian besar umat manusia di berbagai belahan Bumi.
# Lalu Bagaimana Suhu Bumi Kita Saat Ini ?
Dalam banyak penelitian dikatakan saat ini Bumi sedang mengalami suhu paling hangat sepanjang sejarah. Layanan cuaca Inggris Met Office memperkirakan suhu Bumi cenderung mengalami kenaikan 1 dearajat celcius per tahunnya di atas tingkat pra-industri. Dalam skala global tingkat suhu Bumi meningkat lebih cepat.
Hal ini banyak dipengaruhi berbagai faktor dan pola serta gaya hidup manusia Zaman Now yang cenderung lebih suka dengan gaya hidup instant dan sangat memfavoritkan jang-food sehingga (hampir) lupa esensi dari asal muasal kehidupannya, yaitu; “Alam Semesta”.
Kita semua tahu bahwa saat ini Bumi kita telah “Banjir Sampah” akibat dari gaya hidup dan peradaban manusia di era digital yang serba instant ini. Kita bisa melihat segala aspek kehidupan kita yang selalu “menyampah”. Mulai dari bangun tidur, gosok gigi (kita menggunakan produk dengan kemasan, kemudian harus gonta-ganti sikat gigi), sabun mandi, shampoo, pembersih wajah, dan lain sebagainya. Kemudian makanan-minuman instant yang semuanya serba menggunakan kemasan, hobbi shopping dan gaya hidup hedonis yang serba menyampah.
Baru-baru ini, di beberapa toko dan pusat perbelanjaan sedang digalakkan upaya pengurangan penggunaan plastik karena dinilai bahan plastik merupakan penyumbang sampah terbesar yang sangat membahayakan masa depan Bumi kita ini. Namun hanya dengan tidak menggunakan kantong plastik saat berbelanja belum sepenuhnya mampu menyelamatkan Bumi ini dari “Banjir Sampah.”
Kita belum lagi menganalisis sampah-sampah lainnya, seperti ; botol kaca, kaleng, kain, dan diapers juga pembalut. Coba kita hitung dan kalkulasikan, berapa banyak bayi yang lahir setiap harinya dan berapa banyak para ibu yang lebih senang menggunakan diapers (popok sekali pakai) daripada menggunakan kain lampin yang harus dicuci usai pakai. Berapa banyak kaum perempuan yang menggunakan pembalut sekali pakai lalu dibuang sembarangan. Berapa banyak kita makan jajanan atau makanan dan minuman ringan yang dikemas dengan bungkusan plastik mulai dari yang tipis hingga kemasan paling tebal. Kita mungkin lupa atau tidak menyadari, bahwa setiap kita menjadi penyumbang sampah yang akan membajiri Bumi ini.
Kesadaran untuk membangun rasa tanggungjawab pada setiap diri kita rasanya tidak mudah jika tidak benar-benar memahami bagaimana sulitnya alam mengurai sampah-sampah yang kita hasilkan setiap hari. Ada beberapa jenis sampah non-organik yang sangat sulit terurai dan menjadi masalah lingkungan yang sulit diatasi hingga saat ini.
Untuk itu coba kita simak bersama tabel di bawah ini :
1. Kaca
Kaca sebenarnya sangat mudah didaur ulang dengan suhu panas tertentu lalu dibentuk kembali sesuai kebutuhannya. Namun jika sampah kaca terbuang begitu saja di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) maka sampah kaca tersebut butuh ratusan hingga jutaan tahun untuk terurai.
2. Botol dan Tas Plastik
Botol dan Tas Plastik yang kita gunakan sehari-hari akan terurai sekitar 10-1000 tahun. Meski beberapa produk plastik sekarang ini ada yang bisa terurai sekitar 2-5 tahun. Namun pemakaian dan pembuangan sampah plastik sembarangan menjadi masalah terbesar bagi lingkungan kita saat ini.
3. Pembalut dan Diapers (Popok Sekali Pakai)
Apapun jenis pembalut/diapers yang kita gunakan sehari-hari, butuh waktu sekitar 500-800 tahun untuk bisa hancur/terurai. Maka sebaiknya kita membiasakan diri untuk setidak-tidaknya belajar mengurangi pemakaian pembalut atau pun popok sekali pakai. Kita bisa menggunakan lampin atau popok kain yang bisa dicuci dan dipakai berulang kali. Memang sedikit agak repot. Namun hal ini merupakan langkah kecil dan sederhana yang berdampak besar guna mengurangi penimbunan sampah dan menyelamatkan Bumi kita.
4. Sisa Jala Ikan di Laut
Sisa jala di laut ternyata membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa terurai, yaitu sekitar 600 tahun. Jadi tak heran jika banyak hewan laut yang terjerat benda ini karena memang sangat sulit terurai. Maka diharapkan kepada para nelayan agar kiranya tidak membuang sisa jala yang rusak dengan sembarangan di laut.
5. Kaleng-Kaleng Minuman
Anda gemar minum minuman kalengan ? Tahukah Anda ternyata dibutuhkan waktu hingga 200 tahun agar kaleng-kaleng itu bisa terurai. Nah, saya sendiri lebih suka menyajikan minuman seduhan untuk keluarga di rumah, semisal; teh, kopi, rebusan jahe, dan ramuan alami lainnya. Mungkin Anda dan kita semua harus berusaha membiasakan diri berhenti minum dari kaleng-kaleng itu dan lebih baik minum minuman yang alami sebab lebih baik untuk kesehatan. Jika kita hendak bepergian, kita bisa membiasakan diri untuk membawa bekal minuman dari rumah.
6. Puntung Rokok
Sisa puntung rokok memang terlihat sepele. Namun butuh waktu lama juga agar sampah puntung rokok bisa terurai yaitu sekitar 2-3 tahun.
7. Baterai
Baterai bekas sebenarnya sangat berbahaya jika dibuang sembarangan, karena baterai bekas mengandung merkuri yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Namun kita sering bingung harus membuangnya kemana, lalu tanpa pikir panjang ya kita buang saja di tempat sampah bercampur dengan sampah lainnya.
8. Kertas Pembungkus Makanan-Minuman
Jika dibandingkan dengan sampah plastik, kertas terbilang jauh lebih mudah terurai. Meski membutuhkan waktu sekitar 3-6 bulan untuk bisa terurai namun rasanya menggunakan kertas masih lebih baik daripada plastik yang membutuhkan puluhan hingga ribuan tahun untuk bisa terurai.
**
Maka menurut hemat penulis, demi daya-upaya mengurangi penumpukan sampah plastik di Bumi kita ini, sudah saatnya kita beralih dari penggunaan plastik menjadi kertas. Perusahaan-perusahaan mayor maupun minor, khususnya yang bergerak dalam industri food and drink juga industri kosmetik dan lain sebagainya yang selama ini dominan menggunakan bahan plastik sebagai kemasan/pembungkus, sudah sepatutnya mengambil langkah dan kebijakan untuk stop atau setidaknya mengurangi menggunakan plastik dan beralih ke penggunaan bahan kertas. Meski dibutuhkan kreatifitas dan imajinatif yang lebih tinggi untuk berinovasi menggunakan kertas dengan lebih baik dan efektif juga multi-fungsi.
Jika selama ini kita mengenal fungsi utama kertas sebagai medium untuk bertukar informasi (baca-tulis), kini peran kertas mulai bergeser ke arah pemenuhan hidup sehari-hari, seperti pembungkus, pembersih (tissu). Namun tidak hanya sebatas untuk pembungkus dan perbersih saja, kertas juga seharusnya bisa diinovasikan untuk fungsi-fungsi lain dalam segala aspek kehidupan kita. Kertas bisa dijadikan tas belanja, topi ulang tahun anak, wadah atau kotak penyimpanan barang, tikar, wallpaper/hiasan dinding, gorden, pas bunga, bahkan kertas bisa saja diubah menjadi bahan utama asbes rumah atau bahkan menjadu sebuah gaun pengantin yang indah. Why not ? Tapi memang dibutuhkan kreatifitas imajinatif yang tinggi untuk menciptakan semua itu. Jika plastik bisa diubah menjadi apa saja, mengapa kertas tidak ?!
Langkah yang dilakukan oleh Qureta.Com yang bekerja sama dengan APP Sinar Mas dengan mengadakan Sayembara Menulis (Blog Competition) ini merupakan salah satu langkah bijak guna menggali ide-ide dan pemikiran kreatif untuk mencari solusi bagaimana menangani masalah sampah plastik dan kertas, serta kreatifitas dan inovasi kertas dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Maka perusahaan-perusahaan pulp seperti Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas barangkali perlu merekrut tenaga-tenaga profesional yang lebih kreatif-imajinatif guna menciptakkan inovasi-inovasi baru guna mewujudkan semua ide-ide sebagaimana penulis paparkan di atas.
Namun mengingat lebih mudahnya kertas terurai daripada bahan plastik bukan berarti kita leluasa menggunakan kertas dan ‘menyampah’ semaunya. Kita harus tetap mengingat esensinya bahwa kertas juga diolah (diciptakan) dari kayu alam yang diolah menjadi bubur kertas (pulp).
Dalam hal ini perusahaan kertas (pulp) juga harus mampu menyeimbangkan antara ketersediaan kayu Hutan Industri agar tidak merusak keberadaan Hutan Alam sebagai paru-paru dunia yang sangat dibutuhkan umat manusia untuk bernafas dan hidup. Sebab jika perusahaan-perusahaan pulp tidak menyediakan Hutan Industri, maka akan timbul permasalahan baru yang juga menyangkut kelestarian lingkungan dan keselamatan Bumi di masa depan.
Selain itu diharapkan pula adanya semacam Bank Sampah secara terorganisir untuk menampung sampah-sampah kertas yang masih bisa didaur ulang kembali. Mungkin untuk hal semacam pengadaan Bank Sampah, perusahaan-perusahaan kertas bisa bekerja sama dengan Menteri Lingkungan Hidup atau Lembaga/Dinas terkait ataupun perusahaan swasta lainnya yang mampu menangani Bank Sampah Kertas dengan baik dan terorganisir. Bahkan pemerintah, swasta maupun masyarakat seharusnya melakukan hal yang sama untuk penanganan sampah jenis lainnya.
Bank Sampah bisa saja ditempatkan di areal atau berdekatan dengan pusat-pusat perbelanjaan, sekolah, Rumah Sakit atau tempat umum lainnya. Sampah yang dimaksudkan dalam hal ini seharusnya dalam keadaan bersih dan rapih serta disusun berdasarkan jenisnya. Misalnya khusus sampah jenis kertas, plastik, botol kaca, kaleng, sisa baterai bekas, dll. Lalu setiap sampah yang disetor ke Bank Sampah itu dibayar dengan harga yang relatif dan layak sebagai apresiasi kepada si penyetor sampah, maka bisa dipastikan setiap ibu rumah tangga akan dengan senang hati memilah dan menyimpan lalu menyetor sampahnya ke Bank Sampah setiap kali akan berbelanja. Peran ibu rumahtangga lebih ditekankan dalam hal ini karena sebagian besar urusan domestik rumahtangga adalah tanggungjawab para ibu.
Jika pengelolaan sampah kita bisa terorganisir dengan baik, niscaya masalah Banjir Sampah yang selama ini menjadi momok dan boomerang bisa diatasi. Namun jika masalah sampah ini kita anggap sepele dan tidak segera diatasi dengan serius bukan tidak mungkin Bumi kita akan dibanjiri sampah dan mulai sekarang kita harus mempersiapkan “Perahu Nuh” atau “Perahu Kertas” untuk menyelamatkan kita dari banjir sampah plastik.
**
Demikian tulisan ini saya akhiri dengan mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh tim penyelenggara Blog Competition “KITA dan KERTAS”, dari Qureta.Com dan APP SINAR MAS. Dengan adanya Blog Competition ini sehingga penulis diberi kesempatan untuk menuang ide dan gagasan yang kiranya dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi perusahaan APP SINAR MAS dalam hal ini inovasi perubahan/peralihan penggunaan bahan plastik menuju penggunaan bahan kertas.
Tulisan ini adalah benar karya penulis dari hasil pikiran sendiri dan diikutsertakan dalam Blog Competition “KITA dan KERTAS” yang diselenggarakan oleh Qureta.Com dan APP SINAR MAS. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih dan salam hangat dari kota di tepian Sungai Mahhakam.
**
(Poloria Sitorus, S.Pd)
Penulis adalah ibu rumahtangga, mantan jurnalis yang ingin terus menulis. Lulusan Sarjana Pendidikan Geografi, Universitas Medan, Sumatera Utara. Saat ini berdomisili di Kalimantan Timur.
Komentar
Posting Komentar